-->

Senin, 18 Juli 2011

Mencari Makna Prestisius Teknologi

Oleh Hammidun Nafi' Syifauddin
PERKEMBANGAN teknologi merupakan keniscayaan zaman. Teknologi dan waktu bagai benda di depan cermin. Benda itu adalah waktu, sedangkan bayangan yang dihasilkan adalah teknologi. Kapan pun benda itu bergerak, saat itu pula bayangan mengikuti.

Bayangan itu diperpanjang dengan hasil pencerminan di dalam cermin. Di dunia nyata, bayangan itu disebut keniscayaan kedua. Keniscayaan itu adalah dampak yang dibawa teknologi. Baik dan buruk dampak yang dilahirkan dari proses perkembangan teknologi tak mungkin dihindari. Salah satu dampak itu mewujud dalam kehidupan sosial masyarakat.

Teknologi dapat dipandang dari dua sisi; nilai guna dan nilai tanda (prestisius). Seseorang yang menggunakan hand phone (hp) untuk berinteraksi dengan orang lain, bisa dikatakan mengejar nilai guna, bisa pula mengejar prestise.
Berinteraksi Pada awalnya orang menggunakan hp untuk berinteraksi dengan orang yang berada di dimensi ruang berbeda. Namun setelah kebutuhan itu terpenuhi, tuntutan lain muncul. Tuntutan itu adalah bagaimana dan seperti apa kondisi hp yang digunakan untuk menghubungi seseorang itu. Bagus atau jelek, baru atau lama, bermerek apa, berharga berapa adalah sederet pertanyaan perlu dijawab.
Pada permasalahan pertama, manusia mengejar-ngejar nilai guna. Sseseorang membutuhkan hp untuk berinteraksi dengan seseorang dari jarak jauh. Namun nilai guna saja dirasa tidak cukup. Ada nilai prestise yang mesti dipenuhi. Teknologi pun dituntut mampu membuat pengguna teknologi itu dipandang orang lain.

Pengguna teknologi tidak lagi mengorientasikan pemikiran pada tujuan dan kebutuhan semula. Mereka juga memikirkan bentuk, merek, dan apa pun yang membuat diri mereka bisa tampil wah di mata orang lain.

Iskandar Alisyahbana (1980:1) merumuskan dengan jelas dan lengkap definisi teknologi. Teknologi, menurut pendapat dia, adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indra, dan otak manusia. Teknologi dikembangkan tentu untuk membantu manusia dan membuat kualitas hidup manusia menjadi lebih baik. Namun dewasa ini banyak orang salah memaknai teknologi.

Selain dimaknai sebagai alat untuk meraih prestise, penyimpangan lain adalah sikap ketergantungan pada teknologi. Salah satu contoh adalah ketergantungan pada internet, yang bisa menyebabkan seseorang menjadi antisosial. Orang tak lagi membutuhkan hubungan dengan orang lain di dunia nyata. Barangkali mereka merasa nyaman dengan karakter baru yang diciptakan di dunia maya.
Ketergantungan terjadi karena manusia telah dikuasai teknologi. Pada mulanya manusia memang berusaha menguasai teknologi yang berkembang. Namun setelah dikuasai, teknologi berbalik menguasai manusia. Dan, kini teknologi telah menguasai manusia. Bukan sebaliknya.
Perilaku Konsumtif Ada keterkaitan antara ketergantungan, prestise, dan perilaku konsumtif. Dalam sistem masyarakat kita, kemampuan mengonsumsi menjadi tolok ukur kedudukan seseorang di masyarakat. Tak pelak, makin wah produk teknologi yang dikonsumsi seseorang kian “terlihat” pula posisi sang pengguna.
Sistem yang berlaku saat ini adalah menilai seseorang dari kemampuan konsumsi. Jadi jika ingin “diakui”, mau tak mau seseorang harus mengikuti budaya konsumtif.

Dengan sistem semacam itu, teknologi yang digunakan seseorang tidak lagi dipandang sebagai alat bantu. Namun sebagai alat untuk mendapatkan pengakuan. Produk teknologi yang memiliki nilai guna sama dengan teknologi lain belum tentu dipilih, jika tak mampu membuat seseorang menjadi “terpandang”.

Keadaan itu sungguh berbeda dari masa dulu. Dulu, manusia dinilai berdasar kemampuan produktivitas. Perputaran waktu mengubah cara pandang seseorang. Sekarang, orang dinilai dari apa yang dia pakai, dia konsumsi.
Lantas, apa yang harus kita lakukan, sementara pergeseran pemaknaan dan cara pandang, termasuk pemburuan nilai prestisius, merupakan keniscayaan dalam perkembangan teknologi? Apakah keniscayaan itu mengharuskan kita menjauhi teknologi? Tentu tidak.

Berbagai dampak yang dibawa teknologi bukan penghalang untuk tetap memanfaatkan teknologi. Kita tetap harus memanfaatkan teknologi dengan batasan nilai guna, bukan nilai tanda. Itu berarti menggunakan produk teknologi berdasar fungsi. Bentuk atau merek tidak penting.
Suara Merdeka 24 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar